Senang sekali rasanya pada hari Rabu 16 Desember 2015 pukul 09.00-12.00 WIB, saya berkesempatan menjadi salah satu narasumber dalam acara bedah buku Capacity Building Perpustakaan buah karya Pak Muhsin Kalida, dosen UIN Sunan Kalijaga sekaligus gubernur Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Prov. D.I. Yogyakarta.
Rasa
senang tersebut kiranya bukan sekadar karena saya dipercaya sebagai pembedah
buku tersebut, tetapi juga karena kesempatan berbagi dan bersilaturhim kepada
para pengelola perpustakaan dan TBM serta pegiat budaya baca yang ada di Jogja
dan wilayah sekitarnya. Ya, tidak kurang dari 70 peserta yang hadir dalam acara
tersebut. Mulai dari mahasiswa, pengelola perpustakaan, pengelola TBM dan juga
para pegiat budaya baca. Ini lah kesempatan yang saya maksudkan. Kesempatan untuk
berkenalan dengan lebih banyak orang yang mempunyai misi yang sama.
Dalam
kesempatan ini pula, saya bertemu dengan para senior saya, yaitu Mas Arsidi dan
juga Mas Purwoko. Keduanya adalah senior saya yang kiranya tidak diragukan lagi
pengalaman dan kiprahnya. Tak lupa, saya pun menyempatkan berfoto dengan
keduanya..., he he he (kesempatan langka bisa berfoto dengan keduanya secara
bersamaan)
***
Masuk
pada inti acara, Bapak Said Hasan Basri selaku Ketua Jurusan Bimbingan
Konseling Islam memberikan sambutan sekaligus membuka acara bedah buku pada
pagi hari itu. Dalam sambutannya, Pak Said mengemukakan bahwa budaya baca di
Indonesia masih perlu digiatkan kembali. Berkaca pada negara-negara maju,
kondisi budaya baca masyarakat berbanding lurus dengan kemajuan sebuah bangsa. Untuk
itu, hadirnya buku Capacity Building Perpustakaan ini diharapkan mampu
memberikan solusi bagaimana mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh perpustakaan
yang notabene sebagai sumber dan sarana informasi pengetahuan bagi masyarakat.
Selanjutnya,
dalam sesi bedah buku, Pak Muhsin mengutarakan kegelisahannya terkait budaya
baca di Indonesia yang tertinggal jauh dengan negara lain, seperti Malaysia, Thailand,
dan Nepal. Di lain sisi, banyak perpustakaan, terutama perpustakaan desa di
Indonesia masih dihadapkan pada permasalahan klasik, mulai dari pendanaan (fundrising),
kemitraan (networking), dan juga publikasi (publishing). Melihat
beragam permasalahan itu lah kemudian Pak Muhsin tergerak untuk menulis buku Capacity
Builidng Perpustakaan tersebut.
Dalam pemaparannya, Pak Muhsin juga
berpendapat bahwa, seharusnya semua pengelola perpustakaan dan TBM harus
mengedepankan kreatifitas untuk memajukan lembaganya. Pasalnya, fenomena di
lapangan masing menunjukkan banyaknya pengelola perpustakaan yang bergantung
pada bantuan pemerintah. Akhirnya, perpustakaan akan hidup dan terdapat
kegiatan hanya pada saat ada dana. Namun di saat tiada dana, maka perpustakaan
tersebut stagnan dan mati. Jika yang terjadi demikian, rasanya sangat sulit
menumbuhkan budaya baca di kalangan masyarakat bawah.
Melalui buku ini, Pak Muhsin Kalida
mengajak kita semua untuk mengubah mindset “mengemis” menjadi “mengemas”. Ada banyak
sekali kegiatan yang dapat dilakukan di perpustakaan yang bisa dikemas secara
menarik. Jika kemasannya sudah menarik, maka orang-orang pasti akan tertarik
dengan perpustakaan yang kita kelola.
Menanggapi hal ini, saya berpendapat
bahwa buku Capacity Building Perpustakaan ini bisa menjadi pijakan bagi
pengelola perpustakaan, terutama perpustakaan desa maupun komunitas di mana
dikelola secara swadaya oleh masyarakat, untuk tidak menyerah pada keadaan. Keterbatasan
bukanlah batasan untuk terus maju menjadikan kehidupan masyarakat lebih baik.
Di Indonesia, ada banyak sekali perpustakaan
yang jumlahnya lebih dari ratusan ribu buah. Meski demikian, saya berkeyakinan
bahwa di antara banyaknya perpustakaan tersebut, masih banyak pula perpustakaan
yang keberadaannya seperti tidak ada. Antara hidup dan mati. Untuk itu lah,
buku Capacity Building Perpustakaan ini mejadi penting untuk dibaca oleh
setiap pengelola perpustakaan.
Dalam hal ini, saya juga menambahkan
agar pengelola perpustakaan harus meniru perilaku ayam. Sebagaimana diungkapkan
oleh pepatah negeri Malaysia, tirulah perilaku ayam yang hanya bertelur satu
butir tapi riuhnya sekampung. Janganlah tiru perilaku penyu yang bertelur
ribuan namun senyap-senyap. Saya menekankan bahwa sekecil apapun kegiatan yang
ada di perpustakaan sudah seharusnya untuk disuarakan dan dipromosikan keluar
agar masyarakat kenal sekaligus tahu bahwa kita ada. Hal ini dapat dilakukan
melalui beragam cara, mulai dari menggunakan media sosial, menulis di media
massa, dan lainnya. Tentu, hal itu semua bisa dilakukan jika kita semua
memiliki kreatifitas dan terus mau belajar.
Yogyakarta,
16 Desember 2015
0 komentar:
Post a Comment