Writer Librarian

Pustakawan dan Pelaku Usaha

Writer Librarian

Menyingkat Alamat Website dengan URL Shortener

Gerakan Literasi Mencerdaskan Negeri

Dari Jogja untuk Nusantara. Kitab Sakti bagi setiap penggerak literasi di Indonesia

Buku Pustakawan dan Media Massa: dari Interaksi ke Dokumentasi

Buku ini berisi kumpulan opini yang sudah diterbitkan di media massa (surat kabar). Berisi tentang Budaya Baca, Perpustakaan, Pendidikan, Sosial, dan Teknologi.

Bedah Buku Perpustakaan

Bedah Buku Capacity Building Perpustakaan karya Muhsin Kalida, 12 Desember 2015

Showing posts with label Pustakawan. Show all posts
Showing posts with label Pustakawan. Show all posts

Wednesday, November 9, 2016

Ketemu Kepala Perpustakaan Nasional

13 Oktober 2016. Sebuah rejeki yang tak dinyana-nyana. Rejeki bukan berupa materi, tapi relasi dan silaturahmi.

Ya, tepat sehari setelah saya berulang tahun, yaitu pada 12 Oktober 2016, saya berkesempatan bertemu dengan beberapa tokoh kepustakawanan di Indonesia dalam acara Semiloka Kepustakawanan Indonesia 2016 yang diadakan oleh Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI).

Acara yang berlokasi di Perpustakaan UGM Yogyakarta itu dihadiri oleh banyak pihak, salah satunya adalah Kepala Perpustakaan Nasional, Bapak Muh Syarif Bando yang turut menyampaikan materi dalam acara tersebut.

Ada banyak sekali materi yang disampaikan, mulai dari communication skill, writing skill, information literacy, dan lainnya yang terkait isu kepustakawanan terkini.

Usai menyampaikan materi, saya menyempatkan ketemu dengan Kepala Perpustakaan Nasional dan berniat memberikan buah karya sederhana saya yang berjudul "Pustakawan dan Media Massa: Dari Interaksi ke Dokumentasi" dan juga tulisan saya yang dimuat di surat kabar Harian Bernas berjudul "Tantangan Gerakan Membaca" (13/10/2016).

Sepucuk harapan, semoga ide dan gagasan dalam buku & surat kabar tersebut dapat diterima dan membawa manfaat. Semoga.


Tantangan Gerakan Membaca

Di tengah kondisi budaya baca yang masih lemah, ketidakberpihakan oknum pemerintah terhadap gerakan membaca justru ditunjukkan di beberapa daerah. Belum lama ini misalnya, Lapak Baca Asmanadia digusur oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) saat menjajakan buku di alun-alun Kabupaten Cianjur. Kejadian serupa juga pernah dialami oleh Komunitas Perpustakaan Jalanan Kota Bandung yang dibubarkan oleh TNI beberapa waktu lalu. Ironis.
            Sejalan dengan kejadian tersebut, dalam Undang- Undang Dasar (UUD) Pasal 28F disebutkan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
            Jika merujuk pada UUD Pasal 28F, maka apa yang dilakukan oleh oknum pemerintah tersebut patut disayangkan. Pasalnya, pemerintah yang seharusnya melindungi keberadaan mereka, justru membubarkannya. Dalam hal ini, perpustakaan maupun lapak baca menjadi saluran bagi masyarakat dalam menyebarkan informasi dan pengetahuan melalui kegiatan membaca.
Harus disadari bersama bahwa mengenalkan budaya baca di masyarakat merupakan salah satu cara solutif untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang berkemajuan. Membaca menjadi bagian penting dari serangkaian proses pendidikan yang menjadi hak setiap warga negara.
Minim Perpustakaan
Hasil survei dari UNESCO menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen. Artinya, hanya ada satu orang dari seribu masyarakat yang memiliki budaya baca. Hasil ini juga didukung dari berbagai hasil survei yang menempatkan Indonesia pada posisi terendah dalam minat baca.
Disadari atau tidak, rendahnya budaya baca di negeri ini merupakan salah satu cerminan lemahnya pemerintah dalam mengimplementasikan amanat UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan. Dalam Pasal 50 misalnya, menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong pembudayaan kegemaran membaca dengan menyediakan bahan bacaan bermutu, murah, dan terjangkau serta menyediakan sarana dan prasarana perpustakaan yang mudah diakses.
Namun fakta di lapangan berbicara sebaliknya. Harga buku saat ini semakin melambung naik sehingga tidak semua kalangan dapat menjangkaunya. Tidak aneh jika kemudian muncul anggapan lebih baik membeli beras ketimbang harus membeli buku. Dari sini nampak jelas betapa buku belum menjadi kebutuhan utama masyarakat.
Sementara itu, data dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas) tahun 2016 menyebutkan bahwa jumlah perpustakaan umum hanya ada 24.504 unit. Jumlah tersebut nyatanya belum mampu menjangkau seluruh wilayah di Indonesia, terutama di wilayah pedalaman. Buku dan perpustakaan menjadi sesuatu yang sangat istimewa yang tidak setiap saat bisa didapatkan.
Peran Masyarakat
Dalam kondisi seperti inilah peran serta masyarakat dalam upaya menumbuhkan budaya baca patut diapresiasi. Lapak Baca Asmanadia dan Perpustakaan Jalanan Kota Bandung adalah sekian dari ratusan lebih gerakan yang bersifat buttom up dalam menumbuhkan budaya baca di tengah masyarakat.
Di negeri yang berpenduduk lebih dari 255 juta jiwa, kesadaran dalam membentuk budaya baca masih tergolong rendah. Kepedulian membangun budaya ini justru muncul bukan dari kalangan orang kaya, melainkan mereka dari kalangan orang biasa. Mulai dari penjual jamu, Ibu rumah tangga, karyawan toko, guru, mahasiswa, dan lainnya yang memiliki kesadaran akan pentingnya membaca.
Berawal dari kepedulian masyarakat inilah yang kemudian muncul beragam fasilitas baca di berbagai tempat, mulai dari stasiun, terminal, masjid, alun-alun kota, pasar, mall, dan fasilitas umum lainnya. Tempat-tempat tersebut menjadi lokasi yang strategis karena sering dijadikan tempat berkumpulnya masyarakat.
Kiranya keberadaan mereka ini bisa menjadi cermin bagi pemerintah untuk terus berbenah memperbaiki kondisi budaya baca bangsa. Bukan sebaliknya, mencegah bahkan sampai dengan membubarkannya. Hal ini sebagaimana dalam UU Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 49 bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mendorong tumbuhnya taman bacaan dan rumah baca untuk menunjang pembudayaan kegemaran membaca.
Dari sini dapat dipahami bahwa budaya baca tidak bisa dibangun dari satu arah. Semua harus saling bersinergi antar lapisan masyarakat dan pemerintah. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan hendaknya memberikan dukungan penuh yang pro rakyat, salah satunya memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat untuk menyelenggarakan gerakan baca di berbagai fasilitas umum yang rawan dari aksi kekerasan.
Peran serta masyarakat juga sangat dibutuhkan. Gerakan membaca di ruang publik harus terus didukung keberadaannya dengan berbagai cara. Salah satu cara yang paling mudah dilakukan adalah dengan mendonasikan buku-buku bacaan berkualitas ke perpustakaan maupun taman bacaan di ruang publik sebagai wujud kepedulian terhadap budaya baca. Buku-buku tersebut nantinya akan dimanfaatkan kembali  untuk masyarakat.
Akhirnya, melalui gerakan membaca di ruang publik ini diharapkan mampu menumbuhkan masyarakat yang berpengetahuan, serta mempunyai kepedulian sosial tinggi terhadap kemajuan bangsa. Semoga!.[]

Monday, January 11, 2016

PUSTAKAWAN BLOGGER

Bagi sebagian orang menulis merupakan sebuah kegiatan yang teramat susah, menguras pikiran dan juga waktu. Namun, bagi sebagian orang yang sudah terbiasa menulis, kegiatan menulis teramatlah sangat mudah. Ungkapan Jawa mengatakan, biso jalaran soko kulino. Ya, itulah kiranya kalimat yang pas untuk menggambarkan kegiatan menulis. Semakin sering dilakukan, maka tidak ada kata ‘sulit’ dalam menulis.

Dalam menulis, ada banyak sekali media yang bisa digunakan sebagai wadah menulis. Mulai dari yang konvensional seperti buku dan media massa, sampai dengan media digital (online) seperti blog, website, dan sebagainya.

Salah satu media penulisan yang menarik untuk disimak adalah blog. Blog merupakan salah satu media penulisan online yang bersifat gratis. Artinya, setiap orang di sini bisa memiliki blognya masing-masing. Jika analogikakan, blog ini semacam buku catatan pribadi kita. Penggunanya pun sangat beragam, mulai dari remaja hingga orang dewasa.

Melalui blog, seseorang bisa menyalurkan ide menulisnya dengan lebih mudah. Setiap tulisan yang ada di blog bebas terbit tanpa ada proses seleksi panjang seperti halnya dalam media masa (surat kabar). Untuk itu, isi/ kontent yang ada blog 100% menjadi tanggung jawab si penulisnya. Ada juga yang mengatakan bahwa blog ini bisa difungsikan sebagai media jurnalisme warga (citizen journalism) di mana setiap orang atau lapisan masyarakat dapat menginfokan segala sesuatu dengan mudah.

Meski demikian, blog ini memiliki dua mata sisi uang. Blog bisa jadi positif jika digunakan secara arif dan bijak oleh penggunanya. Namun, blog juga bisa bernilai negatif jika disalahgunakan oleh penggunanya, misalnya untuk penyebaran pornografi, penipuan, dan sebagainya.
***

Kali ini, saya berkesempatan menimba ilmu dan juga pengalaman dari seorang pustakawan yang sudah lama berkecimpung dalam dunia blog. Dia adalah Mas Murad Maulana, seorang pustakawan blogger yang bekerja di salah satu instansi pemerintah dan kini sedang meyelesaikan studinya di Program Magister Ilmu Perpustakaan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Saya pertama kali kenal dengan Mas Murad (demikian saya memanggilnya) melalui media sosial facebook. Dan akhirnya, tanpa sengaja kita dipertemukan di Rumah Maiyah di Jl. Wates Km. 2,5 sewaktu ada acara temu kangen MIP UGM Yogyakarta. Waktu itu, saya bekerja di Rumah Maiyah sehingga saya bisa turut hadir dalam acara temu kangen keluarga besar MIP UGM Yogyakarta tersebut. Setelah acara tersebut, kami sering ngobrol lewat facebook sehingga pada suatu ketika, kami memutuskan untuk saling bertukar karya.

Ada salah satu karya menarik Mas Murad, yaitu buku berjudul Motivasi Go Blog: Semangat Menulis Blogger Pemburu Dolar. Karya tersebut merupakan karya ketiga dari semua buku yang ditulis oleh Mas Murad. Dari judul bukunya, tentu kita sudah bisa menebak apa isi dari buku tersebut. Ya..., ini bukan buku kepustakawanan, melainkan buku yang banyak bicara bagaimana seseorang menulis di blog. Tidak hanya sekadar menulis, tetapi juga bisa menghasilkan penghasilan (dolar).

Ketika kami ngobrol, Mas Murad sempat cerita bahwa ia sudah nge-blog selama kurang lebih 7 tahunan. Selama itu, ia mengalami proses jatuh bangun dan pernah juga selama 3 tahun tidak mendapatkan apa-apa dari kegiatan ngeblog. Proses yang luar biasa (dalam batin saya). Namun, jerih payah Mas Murad pun berbuah manis. Dari kegiatan ngeblog, ia bisa membiayai Ibunya pergi menunaikan haji (jangan dibayangkan berapa besar pendapatan dari ngeblognya ya..., sudah tentu jumlahnya tidak sedikit.., hehehe).

Ia pun berpendapat bahwa, seharusnya, blog ini bisa menjadi penghasilan tambahan bagi para pustakawan di Indonesia. Bahan bacaan yang ada di perpustakaan menjadi aset penting untuk dijadikan tulisan di dalam blog. Sayangnya, hingga kini belum banyak pustakawan yang tahu dan mau untuk menulis di blog. “Ketimbang pada ngeluh masalah gaji, mending nulis saja di blog..hehehe” demikian ujarnya.

Terlepas dari materi yang didapatkan dari kegiatan nge-blog, Mas Murad merupakan salah satu dari sekian banyak pustakawan yang mau menulis. Ada banyak tips yang diberikan oleh Mas Murad dalam bukunya tersebut. Salah satu pesan yang disampaikan oleh Mas Murad adalah, menulis itu investasi. Jadi, gunakanlah blog itu sebaik mungkin untuk kebaikan orang banyak.


Demikian cuplikan obrolan saya dengan Mas Murad. Tak lupa, dia akhir obrolan, kami menyempatkan berfoto bareng sekaligus saling bertukar karya.. J ^_^