Selama ini ada anggapan bahwa kemajuan suatu wilayah dapat dilihat dari
sejauh mana kualitas perpustakaannya. Keberadaan perpustakaan juga
diyakini mampu memberi perubahan positif terhadap kemajuan suatu
wilayah.
Tidak heran rasanya jika di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya,
Yogyakarta, memberi prioritas lebih terhadap perpustakaan. Bahkan di
setiap sudut kota banyak ditemui perpustakaan dengan beragam nama, mulai
Sudut Baca (reading corner), Pondok Baca, Taman Bacaan Masyarakat
(TBM), Kafe Buku, Perpustakaan Masyarakat, dan sebagainya.
Berdasarkan data dari Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah
(www.arpusda.jatengprov.go.id), di Pati terdapat 1.130 perpustakaan yang
terdiri atas 385 perpustakaan SD/MI, 335 perpustakaan desa/kelurahan,
198 perpustakaan SMP/MTs, 160 perpustakaan SMA/MA, 20 perpustakaan
masjid, 10 perpustakaan khusus instansi, 7 Taman Bacaan Masyarakat
(TBM), 6 perpustakaan perguruan tinggi (PT), 4 perpustakaan pondok
pesantren (Ponpes), 3 perpustakaan gereja, 2 perpustakaan vihara.
Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Pati yang kurang lebih
1.256.182 (www.patikab. go.id), maka satu perpustakaan diperuntukan bagi
sekitar 1.110 orang.
Sayangnya dari 1.130 perpustakaan yang ada, hanya sekitar 367 yang
merupakan perpustakaan umum yang bisa diakses secara bebas oleh
masyarakat.
Sedangkan 763 lainnya adalah perpustakaan instansi, sekolah dan
perguruan tinggi yang hanya bisa diakses oleh kalangan tertentu saja.
Itu pun dengan catatan semua perpustakaan yang ada betul-betul berjalan,
bukan sekedar aksesoris belaka yang dibiarkan tanpa ada kegiatan. Jika
dilihat lebih dalam sejauh mana kegiatan yang ada dan kualitasnya
seperti apa, pasti jumlah tersebut akan menyusut. Jumlah tersebut tentu
bukanlah ukuran yang ideal dan patut untuk direnungi bersama.
Sebagai warga Pati, saya mendambakan menjamurnya perpustakaan yang
berfungsi sebagai ruang baca publik. Baik di tingkat kecamatan atau
desa, jika perlu dalam satu RT terdapat satu perpustakaan.
Tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Upaya yang sinergis
antara seluruh lapisan masyarakat dengan pemerintah sangat dibutuhkan
untuk merealisasikan langkah tersebut.
Salah satu upaya memasyarakatkan perpustakaan dan me-numbuhkan minat
baca adalah dengan adanya gerakan membaca. Gerakan mengajak warga untuk
membaca serta memberi pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya
membaca itu sendiri. Gerakan membaca tidak harus turun ke jalan.
Kegiatan ini bisa dimulai dari tingkat keluarga, RT, desa maupun
kecamatan.
Selama ini ketika mendengarkan kata perpustakaan bayangan kita masih
tertuju pada sebuah ruangan yang berisi sekumpulan buku yang ditata di
dalam rak. Padahal gambaran perpustakaan tidaklah sesempit itu.
Perpustakaan bisa didirikan di mana saja. Mulai mal hingga gardu ronda
di setiap desa. Jika perlu, perpustakaan ada di setiap rumah warga.
Di era modern seperti ini, perpustakaan punya peran yang strategis dalam
meningkatkan kualitas intelektual warga masyarakat. Berfungsi sebagai
sumber dan sarana pembelajaran yang efektif untuk menambah wawasan dan
pengetahuan dengan ragam bacaan yang ada. Tersedianya beragam bacaan di
perpustakaan, memungkinkan setiap orang memilih bahan bacaan yang sesuai
dengan minat, hobi dan kebutuhan mereka tanpa terkendala oleh waktu.
Pada dasarnya, fungsi perpustakaan tidak sebatas fasilitas baca, tetapi
juga sebagai wahana rekreasi. Di dalam perpustakaan terdapat wahana
imajinasi yang tidak akan kita dapatkan di tempat wisata.
Selain itu, ada banyak hal yang bisa dilaksanakan di perpustakaan, mulai
kegiatan entrepreneur, creative writing, serta pelestarian kesenian
lokal.
Pemahaman seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh setiap pengelola.
Perpustakaan tidak sekedar bangunan statis yang tidak bergerak,
melainkan sebuah orga-nisme yang terus bergerak dan berkembang
menyesuaikan dengan zaman.
Peran pemerintah pun sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat baca
masyarakat. Misalnya dengan menyediakan tambahan fasilitas perpustakaan
keliling yang memungkinkan dijangkau oleh warga desa, baik berupa motor
pintar maupun mobil pintar. Bila perlu, pemerintah bisa membuat aturan
khusus tentang adanya jam baca masyarakat (JBM) demi mewujudkkan kondisi
masyarakat yang mempunyai budaya baca.
Nantinya, dengan adanya upaya seperti ini warga Pati bisa menjadi warga
yang berwawasan, bermoral dan lebih maju. Tentunya dengan mengusung
semangat gemar membaca. Semoga.
Dimuat di kolom Surat Pembaca, Suara Merdeka, 26 Desember 2012
Thursday, January 3, 2013
Home »
Perpustakaan
» Mendambakan Gerakan ’’Pati Membaca’’
Mendambakan Gerakan ’’Pati Membaca’’
Related Posts:
PUSTAKAWAN DAN PELAKU USAHA Senin 16/11/2015 berkesempatan berbagi hal terkait kepenulisan kepada pelaku usaha di Yogyakarta. Kegiatan ini diadakan oleh Pusat Layanan Usaha Ter… Read More
Sepucuk Surat dari Universitas Malaya Sore hari, tepatnya tanggal 7 Desember 2015, saya iseng maen ke Penerbit Ladang Kata di daerah Basen Kotagede. Aslinya sih ndak hanya sekadar… Read More
Jangan Biarkan Perpustakaan Mati Senang sekali rasanya pada hari Rabu 16 Desember 2015 pukul 09.00-12.00 WIB, saya berkesempatan menjadi salah satu narasumber dalam acara bedah bu… Read More
Mendambakan Gerakan ’’Pati Membaca’’ Selama ini ada anggapan bahwa kemajuan suatu wilayah dapat dilihat dari sejauh mana kualitas perpustakaannya. Keberadaan perpustakaan juga diyakin… Read More
PUSTAKAWAN BLOGGER Bagi sebagian orang menulis merupakan sebuah kegiatan yang teramat susah, menguras pikiran dan juga waktu. Namun, bagi sebagian orang yang sudah terb… Read More
0 komentar:
Post a Comment