Thursday, January 3, 2013

Mendambakan Gerakan ’’Pati Membaca’’

Selama ini ada anggapan bahwa kemajuan suatu wilayah dapat dilihat dari sejauh mana kualitas perpustakaannya. Keberadaan perpustakaan juga diyakini mampu memberi perubahan positif terhadap kemajuan suatu wilayah.
Tidak heran rasanya jika di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, memberi prioritas lebih terhadap perpustakaan. Bahkan di setiap sudut kota banyak ditemui perpustakaan dengan beragam nama, mulai Sudut Baca (reading corner), Pondok Baca, Taman Bacaan Masyarakat (TBM), Kafe Buku, Perpustakaan Masyarakat, dan sebagainya.
Berdasarkan data dari Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah (www.arpusda.jatengprov.go.id), di Pati terdapat 1.130 perpustakaan yang terdiri atas 385 perpustakaan SD/MI, 335 perpustakaan desa/kelurahan, 198 perpustakaan SMP/MTs, 160 perpustakaan SMA/MA, 20 perpustakaan masjid, 10 perpustakaan khusus instansi, 7 Taman Bacaan Masyarakat (TBM), 6 perpustakaan perguruan tinggi (PT), 4 perpustakaan pondok pesantren (Ponpes), 3 perpustakaan gereja, 2 perpustakaan vihara.
Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Pati yang kurang lebih 1.256.182 (www.patikab. go.id), maka satu perpustakaan diperuntukan bagi sekitar 1.110 orang.
Sayangnya dari 1.130 perpustakaan yang ada, hanya sekitar 367 yang merupakan perpustakaan umum yang bisa diakses secara bebas oleh masyarakat.
Sedangkan 763 lainnya adalah perpustakaan instansi, sekolah dan perguruan tinggi yang hanya bisa diakses oleh kalangan tertentu saja. Itu pun dengan catatan semua perpustakaan yang ada betul-betul berjalan, bukan sekedar aksesoris belaka yang dibiarkan tanpa ada kegiatan. Jika dilihat lebih dalam sejauh mana kegiatan yang ada dan kualitasnya seperti apa, pasti jumlah tersebut akan menyusut. Jumlah tersebut tentu bukanlah ukuran yang ideal dan patut untuk direnungi bersama.
Sebagai warga Pati, saya mendambakan menjamurnya perpustakaan yang berfungsi sebagai ruang baca publik. Baik di tingkat kecamatan atau desa, jika perlu dalam satu RT terdapat satu perpustakaan.
Tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Upaya yang sinergis antara seluruh lapisan masyarakat dengan pemerintah sangat dibutuhkan untuk merealisasikan langkah tersebut.
Salah satu upaya memasyarakatkan perpustakaan dan me-numbuhkan minat baca adalah dengan adanya gerakan membaca. Gerakan mengajak warga untuk membaca serta memberi pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya membaca itu sendiri. Gerakan membaca tidak harus turun ke jalan. Kegiatan ini bisa dimulai dari tingkat keluarga, RT, desa maupun kecamatan.
Selama ini ketika mendengarkan kata perpustakaan bayangan kita masih tertuju pada sebuah ruangan yang berisi sekumpulan buku yang ditata di dalam rak. Padahal gambaran perpustakaan tidaklah sesempit itu.
Perpustakaan bisa didirikan di mana saja. Mulai mal hingga gardu ronda di setiap desa. Jika perlu, perpustakaan ada di setiap rumah warga.
Di era modern seperti ini, perpustakaan punya peran yang strategis dalam meningkatkan kualitas intelektual warga masyarakat. Berfungsi sebagai sumber dan sarana pembelajaran yang efektif untuk menambah wawasan dan pengetahuan dengan ragam bacaan yang ada. Tersedianya beragam bacaan di perpustakaan, memungkinkan setiap orang memilih bahan bacaan yang sesuai dengan minat, hobi dan kebutuhan mereka tanpa terkendala oleh waktu.
Pada dasarnya, fungsi perpustakaan tidak sebatas fasilitas baca, tetapi juga sebagai wahana rekreasi. Di dalam perpustakaan terdapat wahana imajinasi yang tidak akan kita dapatkan di tempat wisata.
Selain itu, ada banyak hal yang bisa dilaksanakan di perpustakaan, mulai kegiatan entrepreneur, creative writing, serta pelestarian kesenian lokal.
Pemahaman seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh setiap pengelola. Perpustakaan tidak sekedar bangunan statis yang tidak bergerak, melainkan sebuah orga-nisme yang terus bergerak dan berkembang menyesuaikan dengan zaman.
Peran pemerintah pun sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat baca masyarakat. Misalnya dengan menyediakan tambahan fasilitas perpustakaan keliling yang memungkinkan dijangkau oleh warga desa, baik berupa motor pintar maupun mobil pintar. Bila perlu, pemerintah bisa membuat aturan khusus tentang adanya jam baca masyarakat (JBM) demi mewujudkkan kondisi masyarakat yang mempunyai budaya baca.
Nantinya, dengan adanya upaya seperti ini warga Pati bisa menjadi warga yang berwawasan, bermoral dan lebih maju. Tentunya dengan mengusung semangat gemar membaca. Semoga.


Dimuat di kolom Surat Pembaca, Suara Merdeka, 26 Desember 2012

0 komentar:

Post a Comment