DALAM konteks pendidikan, baik formal maupun nonformal,
keberadaan perpustakaan menempati posisi strategis dalam meningkatkan
kualitas intelektual masyarakat terlebih di era modern seperti sekarang
ini. Di dunia pesantren, keberadaan perpustakaan sebenarnya berfungsi
sebagai sumber dan sarana pembelajaran yang efektif untuk menambah
wawasan dan pengetahuan para santri dengan ragam bacaan yang ada.
Tersedianya beragam bacaan di perpustakaan, memungkinkan setiap santri
memilih bahan bacaan yang sesuai dengan minat, hobi dan informasi lain
yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Ironinya, meskipun perpustakaan
dinilai penting, masih minim sekali pondok pesantren yang mau
memanfaatkan dan melibatkan perpustakaan dalam proses pembelajaran para
santri.
Rekaman sejarah membuktikan bahwa Islam pernah berada pada masa keemasan
salah satunya karena keberadaan perpustakaannya. Pada zaman Khalifah
Harun al-Rosyid berdiri Khizanah Alhikmah yang berfungsi sebagai
perpustakaan serta menjadi pusat ilmu pengetahuan dan pusat
pembelajaran. Pada masa kholifah Almakmun, Khizanah Alhikmah diubah
menjadi Baitul Hikmah. Pada masa ini fungsi Baitul Hikmah ditingkatkan
lagi menjadi pusat kegiatan studi, riset astronomi dan matematika.
Jika kita cermati lebih lanjut, sistem pembelajaran di beberapa
pesantren masih tersentral pada sosok kiai, sementara perpustakaan yang
notabene sebagai salah satu sarana pembelajaran masih dinomorsepatukan.
Hal ini bisa kita lihat pada kondisi perpustakaan di pesantren pada
umumnya. Beberapa pesantren masih ada yang belum mempunyai perpustakaan,
kalau pun ada kondisinya tidak terawat layaknya gudang.
Sistem pembelajaran di pesantren tentu akan berjalan lebih maksimal jika
memadukan pembelajaran secara langsung oleh kiai dan perpustakaan.
Sistem pembelajaran ini disebut sebagai model pembelajaran berbasis
perpustakaan (library- based learning). Pembelajaran berbasis
perpustakaan adalah sebuah model pembelajaran dan perpustakaan merupakan
satu kesatuan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran ini
meletakkan perpustakaan sebagai sumber dan pembelajaran bagi santri dan
kiai. Adapun kompetensi yang akan dicapai adalah literasi informasi
(information literacy) yaitu sebuah kemampuan dalam mengelola dan
mengomunikasikan informasi, lebih sekedar dari mampu baca tulis dan
berhitung (calistung).
Jika selama ini kebanyakan santri masih kental dengan budaya menghafal
apa yang telah disampaikan oleh kiai, maka model pembelajaran ini
menjadikan santri semakin berwawasan luas serta kritis terhadap
perkembangan zaman. Santri tetap mendapatkan keteladanan dari sosok
kiai, juga bisa mempunyai wawasan luas yang nantinya sangat berguna bagi
mereka saat terjun di masyarakat.
Perpustakaan pesantren bisa menyediakan bahan bacaan pengayaan, misalnya
buku-buku pertanian, kesehatan, teknologi, dan pengetahuan umum
lainnya. Hal ini tentunya akan sangat berguna bagi para santri. Sehingga
nantinya ilmu agama yang dipelajari di pesantren juga diimbangi dengan
pengetahuan umum.
Selain menyediakan bahan bacaan, perpustakaan pesantren bisa
melengkapinya dengan kegiatan tulis-menulis (jurnalistik). Kegiatan
tulis-menulis ini kiranya menjadi bagian yang penting di dalam
pesantren. Pasalnya, banyak sekali ide maupun pemikiran-pemikiran yang
bisa dilestarikan melalui tulisan.
Jika dicermati lebih lanjut, tradisi tulis-menulis terbilang masih
sangat lemah di pesantren. Padahal, kegiatan ini adalah salah satu
tradisi ilmiah yang dimiliki ilmuan muslim pada zaman dahulu. Misalnya,
Ibnu Sina, Ibn Rusyd, Alkhowarizmi, Imam Bukhori, Imam Muslim, dan
tokoh-tokoh besar Islam lainnya. Di Indonesia, juga sangat banyak sekali
ulama yang mempunyai tradisi tulis- menulis yang kuat, misalnya Syeikh
Muhammad Arsyad Albanjari, Syeikh Yusuf Almakassary, Syeikh Hasyim
Asy'ari, dan masih banyak lagi.
Sebagai seorang santri yang kaya akan pengetahuan Islam, tentu harus
mampu meneruskan tradisi ilmiah yang telah dicontohkan para ulama
terdahulu. Untuk itu, tentu santri harus mempunyai kemampuan tulis
menulis sebagai salah satu syarat untuk meneruskan tongkat estafet
pemikiran Islam di masa mendatang.
Dengan adanya kegiatan tulis menulis ini tentu akan menjadikan para
santri aktif dan lebih terdorong untuk mau menggunakan perpustakaan guna
mencari sumber referensi. Selain itu, rasanya akan semakin lengkap jika
para kiai maupun guru bantu di pesantren mau mengoneksikan materi
pembelajaran yang disampaikan dengan sumber-sumber pendukung yang ada di
perpustakaan.
Dengan adanya konsep library- based learning di pesantren, semoga proses
pembelajaran bisa berjalan lebih maksimal serta mampu menjadikan para
santri menjadi insan yang berwawasan luas, bermoral, kritis, dan
berkahlak mulia serta mampu mengembalikan masa kejayaan Islam seperti
zaman dahulu. Semoga!
Dimuat di Koran Galamedia 10 Desember 2012
Monday, December 31, 2012
Inovasi Pembelajaran di Pesantren
Related Posts:
Perpustakaan untuk (Wakil) Rakyat Oleh: Moh. Mursyid Tulisan ini dimuat di Koran Madura, 18/04/2016 Rencana pembangunan perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara oleh Dewan Perwakil… Read More
Resensi Buku Writer Librarian -Writer Librarian- Salah satu cara untuk menjadi visible librarian adalah dengan menulis. Pustakawan tanpa menulis itu ibarat lilin. Orang akan me… Read More
Mengembalikan Khitah SekolahTulisan ini dimuat di Harian Umum Galamedia, Senin 16 Februari 2015 Mengembalikan Khitah Sekolah Oleh: Moh Mursyid Belum lama ini, Menteri Pen… Read More
Sekolah yang Menyenangkan Sekolah yang Menyenangkan (By: Moh. Mursyid) Tulisan ini dimuat di Rubrik Opini Harian Suara Karya Edisi Selasa, 17 November 2015 Pendidikan yang… Read More
Mengawal Bonus DemografiTulisan ini dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, Jum'at 20 November 2015. Mengawal Bonus Demografi Oleh: Moh. Mursyid AKSI kekerasan seakan tak perna… Read More
0 komentar:
Post a Comment