Monday, December 31, 2012

Inovasi Pembelajaran di Pesantren

DALAM konteks pendidikan, baik formal maupun nonformal, keberadaan perpustakaan menempati posisi strategis dalam meningkatkan kualitas intelektual masyarakat terlebih di era modern seperti sekarang ini. Di dunia pesantren, keberadaan perpustakaan sebenarnya berfungsi sebagai sumber dan sarana pembelajaran yang efektif untuk menambah wawasan dan pengetahuan para santri dengan ragam bacaan yang ada. Tersedianya beragam bacaan di perpustakaan, memungkinkan setiap santri memilih bahan bacaan yang sesuai dengan minat, hobi dan informasi lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Ironinya, meskipun perpustakaan dinilai penting, masih minim sekali pondok pesantren yang mau memanfaatkan dan melibatkan perpustakaan dalam proses pembelajaran para santri.

Rekaman sejarah membuktikan bahwa Islam pernah berada pada masa keemasan salah satunya karena keberadaan perpustakaannya. Pada zaman Khalifah Harun al-Rosyid berdiri Khizanah Alhikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan serta menjadi pusat ilmu pengetahuan dan pusat pembelajaran. Pada masa kholifah Almakmun, Khizanah Alhikmah diubah menjadi Baitul Hikmah. Pada masa ini fungsi Baitul Hikmah ditingkatkan lagi menjadi pusat kegiatan studi, riset astronomi dan matematika.

Jika kita cermati lebih lanjut, sistem pembelajaran di beberapa pesantren masih tersentral pada sosok kiai, sementara perpustakaan yang notabene sebagai salah satu sarana pembelajaran masih dinomorsepatukan. Hal ini bisa kita lihat pada kondisi perpustakaan di pesantren pada umumnya. Beberapa pesantren masih ada yang belum mempunyai perpustakaan, kalau pun ada kondisinya tidak terawat layaknya gudang.

Sistem pembelajaran di pesantren tentu akan berjalan lebih maksimal jika memadukan pembelajaran secara langsung oleh kiai dan perpustakaan. Sistem pembelajaran ini disebut sebagai model pembelajaran berbasis perpustakaan (library- based learning). Pembelajaran berbasis perpustakaan adalah sebuah model pembelajaran dan perpustakaan merupakan satu kesatuan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran ini meletakkan perpustakaan sebagai sumber dan pembelajaran bagi santri dan kiai. Adapun kompetensi yang akan dicapai adalah literasi informasi (information literacy) yaitu sebuah kemampuan dalam mengelola dan mengomunikasikan informasi, lebih sekedar dari mampu baca tulis dan berhitung (calistung).

Jika selama ini kebanyakan santri masih kental dengan budaya menghafal apa yang telah disampaikan oleh kiai, maka model pembelajaran ini menjadikan santri semakin berwawasan luas serta kritis terhadap perkembangan zaman. Santri tetap mendapatkan keteladanan dari sosok kiai, juga bisa mempunyai wawasan luas yang nantinya sangat berguna bagi mereka saat terjun di masyarakat.

Perpustakaan pesantren bisa menyediakan bahan bacaan pengayaan, misalnya buku-buku pertanian, kesehatan, teknologi, dan pengetahuan umum lainnya. Hal ini tentunya akan sangat berguna bagi para santri. Sehingga nantinya ilmu agama yang dipelajari di pesantren juga diimbangi dengan pengetahuan umum.

Selain menyediakan bahan bacaan, perpustakaan pesantren bisa melengkapinya dengan kegiatan tulis-menulis (jurnalistik). Kegiatan tulis-menulis ini kiranya menjadi bagian yang penting di dalam pesantren. Pasalnya, banyak sekali ide maupun pemikiran-pemikiran yang bisa dilestarikan melalui tulisan.

Jika dicermati lebih lanjut, tradisi tulis-menulis terbilang masih sangat lemah di pesantren. Padahal, kegiatan ini adalah salah satu tradisi ilmiah yang dimiliki ilmuan muslim pada zaman dahulu. Misalnya, Ibnu Sina, Ibn Rusyd, Alkhowarizmi, Imam Bukhori, Imam Muslim, dan tokoh-tokoh besar Islam lainnya. Di Indonesia, juga sangat banyak sekali ulama yang mempunyai tradisi tulis- menulis yang kuat, misalnya Syeikh Muhammad Arsyad Albanjari, Syeikh Yusuf Almakassary, Syeikh Hasyim Asy'ari, dan masih banyak lagi.

Sebagai seorang santri yang kaya akan pengetahuan Islam, tentu harus mampu meneruskan tradisi ilmiah yang telah dicontohkan para ulama terdahulu. Untuk itu, tentu santri harus mempunyai kemampuan tulis menulis sebagai salah satu syarat untuk meneruskan tongkat estafet pemikiran Islam di masa mendatang.

Dengan adanya kegiatan tulis menulis ini tentu akan menjadikan para santri aktif dan lebih terdorong untuk mau menggunakan perpustakaan guna mencari sumber referensi. Selain itu, rasanya akan semakin lengkap jika para kiai maupun guru bantu di pesantren mau mengoneksikan materi pembelajaran yang disampaikan dengan sumber-sumber pendukung yang ada di perpustakaan.

Dengan adanya konsep library- based learning di pesantren, semoga proses pembelajaran bisa berjalan lebih maksimal serta mampu menjadikan para santri menjadi insan yang berwawasan luas, bermoral, kritis, dan berkahlak mulia serta mampu mengembalikan masa kejayaan Islam seperti zaman dahulu. Semoga!

Dimuat di Koran Galamedia 10 Desember 2012

0 komentar:

Post a Comment